Jumat, 07 November 2008

KEMBALI PADA TUJUAN HIDUP SEMULA (BACK TO BASIC)

KEMBALI PADA TUJUAN HIDUP SEMULA
(BACK TO BASIC)

Firman Allah swt:
Artinya:
“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk (menjadi hamba-hamba) yang hanya (berbakti), beribadah, (bertakwa) kepada-Ku” (Q.s. az-Zaariyaat: 56).
Hidup akan beruntung manakala manusia dapat memilah dan memilih yang terbaik diantara yang baik-baik; Dengan keahliannya, Pandai emas tentu dapat memilah dan memilih emas yang terbaik, yang asli dan berkualitas tinggi; melihatnya enak, mamakainya tak membuat malu, dijual harganya tinggi. Sebaliknya, dengan kebodohannya, orang yang tidak tahu emas tentu tidak dapat memilah dan memilih emas yang terbaik, asalkan warnanya terlihat emas dianggapnya emas, dan dibelinya dengan harga tinggi, tak tahunya emas yang dibelinya berkualitas rendah atau palsu; melihatnya tak enak, memakainya membuat malu, dijual tak laku.
Demikian pula dalam kehidupan beragama, hidup akan beruntung manakala manusia dapat memilah dan memilih yang terbaik diantara dua pilihan hidup; hidup mulia di sisi Allah sekalipun dihina oleh jutaan manusia, atau hidup mulia di hadapan jutaan manusia tetapi hina di sisi Allah. Orang-orang yang beriman, dengan mata (‘ainul yaqiin) iman, insya Allah akan memilah dan memilih hidup mulia di sisi Allah sekalipun dihina oleh jutaan manusia; Masithah adalah salah seorang perempuan yang beriman kepada Allah yang hidup dalam cengkeraman penguasa Fir’aun. Selama bekerja sebagai tukang sisir rambut Fir’aun, Masithah berusaha menyembunyikan keimanannya tersebut dari Fir’aun. Setelah Fir’aun mengetahui bahwa Masithah beriman kepada Allah, Fir’aun marah besar, Fir’aun menghukum Masithah dengan cara dihinakan dan dipermalukan di depan umum, Masithah dijadikan bahan tontonan, dia disuruh oleh Fir’aun untuk masuk ke dalam wadah yang berisi air yang sedang dimasak dengan suhu didih yang begitu tinggi. Tapi bagi Masithah, mati dalam keadaan dihina dan dipermalukan oleh manusia, dihina dan dipermalukan oleh Fir’aun dan kawan-kawan di pemerintahannya tidak menjadi masalah baginya, selama kematiannya tersebut membuat dirinya tetap mulia di sisi Allah. Nabi Yusuf as adalah salah seorang manusia pilihan Allah, dia diberi nikmat oleh Allah berupa ketampanannya yang luar biasa. Karena ketampanan itulah, Nabi Yusuf as digoda dan dipaksa oleh Siti Zulaikha, Sang majikannya, istri dari pejabat tinggi kerajaan untuk melakukan perbuatan zina, namun Nabi Yusuf as menolak ajakan tersebut. Setelah aib ini diketahui umum, pihak kerajaanpun merasa malu. Untuk menutupi aib tersebut, pihak kerajaan menjadikan Nabi Yusuf as sebagai kambing hitam, Nabi Yusuf as difitnah dan dimasukkan ke dalam penjara untuk beberapa tahun lamanya. Tapi bagi Nabi Yusuf as, hinaan berupa fitnahan manusia tidaklah masalah baginya selama hidupnya tetap mulia di sisi Allah. Hingga Nabi Yusuf as berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku…” (Q.s. Yusuf: 33). Rasulullah saw ketika memindahkan sasaran dakwahnya dari kota Mekkah ke kota Tha’if dengan harapan masyarakat di kota Tha’if lebih menghargai dan menerima dakwahnya, namun di luar dugaan, bukan penghargaan dan penerimaan dakwah yang dihadapkan kepada beliau, akan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, penghinaan, caci maki, pengusiran disertai lemparan batu itulah yang diterima beliau. Tapi bagi Rasulullah saw, penghinaan semacam itu tidaklah membuatnya merasa terhina, penghinaan semacam itu tidak menjadi masalah bagi beliau selama hidupnya tetap mulia di sisi Allah.
Mulia di sisi Allah artinya mendapatkan tempat atau kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Kemuliaan di sisi Allah tidaklah diukur dari seberapa tinggi indahnya pisik seseorang, tidak juga diukur dari seberapa tinggi kedudukan politik seseorang, tidak juga diukur dari seberapa banyak kekayaan ekonomi seseorang, dan tidak pula diukur dari keturunan dan kedekatan seseorang dengan para Nabi; Fir’aun adalah salah seorang penguasa negeri yang begitu kuat, karena merasa kuatnya hingga dia mendeklarasikan dirinya sebagai Tuhan. Namun kedudukan politik bukanlah jaminan seseorang untuk mendapat tempat atau kedudukan yang mulia di sisi Allah, Fir’aun yang mempunyai kedudukan politik yang begitu kuat akhirnya ditenggelamkan Allah bersama tentara-tentaranya di tengah laut Merah. Qarun adalah salah seorang manusia yang paling kaya di dunia, dia memiliki kekayaan yang kunci-kunci lemari (berangkas) kekayaannya saja jika disatukan tidak dapat dipikul oleh sekelompok pengangkat besi (lifter) (Q.s. al-Qashash: 76). Namun kekayaan ekonomi bukanlah jaminan seseorang untuk mendapatkan tempat atau kedudukan yang mulia di sisi Allah, Qarun bersama harta-harta kekayaannya akhirnya ditenggelamkan Allah di perut bumi. Anak Nabi Nuh as adalah salah seorang manusia dari keturunan Nabi, istri Nabi Nuh as dan istri Nabi Luth as juga adalah dua orang manusia dari istri para Nabi, Abu Thalib, Abu Jahl adalah dua orang manusia dari kerabat Nabi Muhammad saw. Namun keturunan atau istri atau kerabat para Nabi bukanlah jaminan seseorang untuk mendapatkan tempat atau kedudukan yang mulia di sisi Allah, mereka semua dihukum, disiksa Allah dengan hukuman, siksaan yang sangat pedih.
Pertanyaannya: “Apa yang membuat manusia mendapat tempat atau kedudukan yang mulia di sisi Allah?”. Jawabannya: “Nabi Muhammad saw ketika melaksanakan haji yang terakhir (haji wada’) dalam hidupnya, saat-saat hendak mengakhiri pelaksaan haji tersebut, beliau berpidato di muka umum dengan mengatakan: “Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahwa Tuhanmu satu, Bapakmu satu. Tuhanmu Allah, Bapakmu Adam. Tidaklah bangsa Arab mengungguli, melebihi dari bangsa-bangsa lainnya, atau sebaliknya bangsa-bangsa lainnya mengungguli, melebihi dari bangsa Arab, melainkan dilihat dari takwanya”. Jadi tempat atau kedudukan yang mulia di sisi Allah, hanyalah dapat diperoleh seseorang manusia dengan cara beribadah, berbakti, bertakwa hanya semata-mata kepada Allah”.
Firman Allah swt:
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia (tempat atau kedudukannya) diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu…” (Q.s. al-Hujurat: 13).
Pertanyaan berikutnya: “Apakah takwa itu?. Apakah setiap amal (karya) kebaikan (keshalehan) yang diperbuat manusia dinilai oleh Allah sebagai amal (karya) takwa?”. Jawabnya: “Banyak manusia yang melakukan amal (karya) kebaikan (keshalehan), tetapi tidak diterima Allah sebagai amal (karya) takwa. Salah satunya adalah Abu Thalib. Abu Thalib adalah paman Rasulullah saw, dia telah melakukan banyak amal (karya) kebaikan (keshalehan) kepada Rasulullah saw, dia memelihara dan mendidik Nabi sejak Nabi ditinggal mati oleh kakeknya Abdul Muthalib, dia melindungi dan memberikan dukungan (support) pada perjuangan dakwah Nabi. Nabi adalah manusia yang paling dicintai dan dimuliakan oleh Allah, nilai seorang Nabi di hadapan Allah adalah melebihi seluruh orang-orang yang beriman, berarti pula melebihi seluruh manusia (Q.s. al-Ahzab: 6). Jadi jika dikalkulasi secara matematis, jika nilai seorang Nabi melebihi seluruh orang-orang yang beriman, berarti pula melebihi seluruh manusia, maka berbuat satu amal (karya) kebaikan (keshalehan) kepada Nabi tentu nilainya melebihi dari berbuat amal (karya) kebaikan (keshalehan) kepada seluruh orang-orang yang beriman, atau kepada seluruh manusia. Namun apa hasil yang diperoleh oleh Abu Thalib dari setiap amal (karya) kebaikan (keshalehan) yang diperbuatnya kepada Nabi selama beberapa tahun. Logika kita tentu mengatakan: “Abu Thalib pantas memperoleh pujian, cinta, kasih sayang, ridha, pahala dan pengampunan yang besar dari Allah, dan pantas memperoleh surga dari Allah”. Namun kenyataannya, Abu Thalib tetap mendapat kebencian, kemurkaan, dan siksa dari Allah, Abu Thalib diputuskan dan ditetapkan oleh Allah sebagai salah seorang penghuni neraka Jahanam yang kekal di dalamnya”.
Diriwayatkan oleh Bukhari: “Salah seorang sahabat bertanya kepada Nabi: Dimanakah tempat Abu Thalib?. Nabi menjawab: Jika aku tidak memohon kepada Allah untuk meringankan hukuman, siksa bagi Abu Thalib, maka Abu Thalib berada di pusatnya api neraka Jahanam”. (al-Hadits).
Mengapa seluruh keindahan akhlak, mengapa seluruh amal (karya) kebaikan (keshalehan) yang dilakukan oleh Abu Thalib tidak sedikitpun dinilai takwa oleh Allah?. Jawabannya: “Karena Abu Thalib tidak beriman kepada Allah, karena segala keindahan akhlak Abu Thalib, segala amal (karya) kebaikan (keshalehan) yang dilakukan oleh Abu Thalib tidak dilandasi oleh motivasi iman, tidak dilandasi oleh motivasi takwa hanya semata kepada Allah, tidak dilandasi oleh motivasi untuk mencari pujian, cinta, kasih sayang, ridha, pahala, pengampunan dan surga dari Allah”.
Firman Allah swt:
Artinya:
“Daging-daging Onta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…” (Q.s. al-hajj: 37).
Firman Allah swt:
Artinya:
“Demi masa, sesungguhnya manusia (yang tidak beriman menghabiskan masa hidupnya) dengan kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan melakukan karya-karya (amal-amal) kebaikan, dan saling mendakwahkan kebenaran dan saling mendakwahkan keshabaran” (Q.s. al-‘Ashr: 1-3).
Firman Allah swt:
Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu (ruku’ dan sujud) ke arah Timur dan Barat itu suatu (peribadatan) kebaktian (ketakwaan), akan tetapi sesungguhnya (peribadatan) kebaktian (ketakwaan) itu ialah (dimulai) dengan beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (Q.s. al-Baqarah: 177).
Firman Allah swt:
Artinya:
“Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang (Allah Yang Maha) Ghaib, dan mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung” (Q.s. al-Baqarah: 1-5).
Jadi apapun bentuk dan sekecil apapun nilai kuantitas dan kualitas amal (karya) kabaikan (keshalehan) yang dilakukan oleh manusia, baik amal (karya) kabaikan (keshalehan) yang bersifat vertikal, seperti melakukan peribadatan sholat, puasa, dzakat, haji, dan sebagainya, maupun amal (karya) kabaikan (keshalehan) yang bersifat sosial, seperti berdakwah, berpolitik, berekonomi, berkasih sosial, berbudaya, dan bermiliter, selama semuanya dilandasi oleh motivasi iman, selama semuanya dilandasi oleh motivasi takwa hanya semata kepada Allah, selama semuanya dilandasi oleh motivasi untuk mencari pujian, cinta, kasih sayang, ridha, pahala, pengampunan dan surga dari Allah, maka semuanya insya Allah akan dinilai takwa oleh Allah.
Pertanyaan berikutnya: “Mengapa manusia harus bertakwa kepada Allah?”. Jawabnya: “Pertama, Setiap manusia mencintai keindahan dan benci pada kejelekan, apakah itu rupa maupun moral, dan setiap kebencian akan membawa efek hukum. Salah satu terjadinya kejelekan adalah manakala manusia merubah kodratnya, seperti laki-laki merubah dirinya menjadi perempuan, baik dalam bentuk rupa maupun gaya, atau sebaliknya perempuan merubah dirinya menjadi laki-laki, baik dalam bentuk rupa maupun gaya. Begitupula Allah Maha Indah dan mencintai moral yang indah, dan Allah benci pada moral yang jelek. Salah satu moral yang jelek yang dilakukan manusia adalah merubah kodratnya, dan salah satu dari kodrat manusia adalah manusia diciptakan adalah untuk (menjadi hamba-hamba) yang hanya (berbakti), beribadah, (bertakwa) kepada-Ku” (Q.s. az-Zaariyaat: 56). Jadi manakala manusia sudah tidak menghamba semata-mata hanya kepada Allah, manakala manusia menghamba pada selain Allah, bahkan menuhankan dirinya sendiri, maka manusia telah merubah kodratnya, manusia sudah tampil jelek di hadapan Allah Yang Maha Indah, manusia mengundang benci dan murka Allah, dan manusia mengundang siksa Allah”.
Firman Allah swt:
Artinya:
“Dan tidak ada satu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari Kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfudz)” (Q.s. al-Isra’: 58).
Kedua, syukur nikmat mengundang cinta dan nikmat datang lebih banyak lagi, sebaliknya kufur nikmat mengundang benci dan siksa. Ketika manusia memenuhi undangan makan dari orang yang dermawan, maka betapa senangnya orang yang mengundang tersebut, dan tidak henti-hentinya orang dermawan tersebut mengundang orang yang memenuhi undangan makan tersebut setiap kali dia mengadakan acara makan. Sebaliknya ketika manusia tidak memenuhi undangan makan dari orang yang dermawan padahal persediaan makanan yang disajikan begitu banyak, maka betapa marahnya orang yang mengundang tersebut, dan dia tidak akan mengundang orang yang menyia-nyiakan, tidak memenuhi undangan makanan tersebut di kali yang lain. Begitupula ketika manusia mensyukuri nikmat kehidupan yang diberikan oleh Allah, dan bentuk syukur nikmat itu adalah dengan memanfaatkan kehidupan itu untuk beribadah, berbakti, bertakwa hanya semata-mata kepada Allah, berati manusia mengundang cinta Allah, dan dengan mendapatkan cinta Allah, berarti manusia mengundang nikmat Allah datang lebih banyak lagi di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya ketika manusia kufur (tidak mensyukuri) nikmat kehidupan yang diberikan oleh Allah, dan bentuk kufur nikmat itu adalah dengan tidak memanfaatkan kehidupan itu untuk beribadah, berbakti, bertakwa hanya semata-mata kepada Allah, berati manusia mengundang benci Allah, dan dengan mengundang benci Allah, berarti manusia mengundang azab dan siksa Allah datang di dunia dan di akhirat.
Firman Allah swt:
Artinya:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (Q.s. Ibrahim: 7).
Ketiga, manusia dalam hidup ini membutuhkan Allah, manusia membutuhkan pujian, cinta, kasih sayang, ridha, pahala dan pegampunan, dan surga Allah. Untuk dapat sukses hidup di dunia yang keras, manusia membutuhkan mental yang kuat dan motivasi yang tinggi; Politikus, ekonom, budayawan hingga tentara yang ingin sukses di dunianya masing-masing membutuhkan mental yang kuat dan motivasi yang tinggi. Begitupula orang-orang yang beriman, untuk meraih sukses hidup di dunia dan di akhirat membutuhkan mental yang kuat dan motivasi yang tinggi dalam menghadapi segala rintangan dan tantangan, baik rintangan dan tantangan yang datang dari dalam diri sendiri seperti hawa nafsu, cinta dunia, dan keterbatasan kemampuan, maupun rintangan dan tantangan yang datang dari luar diri sendiri seperti godaan syaithan, kecemburuan dan kebencian dari orang-orang yang tidak beriman, orang-orang yang munafik hingga orang-orang yang dzalim, dan setinggi-tinggi motivasi adalah motivasi yang datang dari Allah, motivasi untuk meraih pujian, cinta, kasih sayang, ridha, pahala dan pengampunan, serta surga Allah. Begitupula dengan keterbatasan manusia, manusia membutuhkan pertolongan dan perlindungan, dan sekuat-kuat pertolongan dan perlindungan hanyalah pertolongan dan perlindungan yang datang dari Allah. Dan begitupula manusia dengan masa depannya, apalagi baru-baru ini manusia dihadapkan dengan berbagai krisis multi dimensi; pemanasan global, bencana alam, tragedi kemanusiaan, hingga krisis ekonomi global, dalam keadaan masa depan yang tidak dapat diprediksi, manusia membutuhkan tempat mempercayakan nasibnya, dan sebaik-baik tempat untuk menyerahkan (tawakkal) diri adalah Allah. Oleh karena manusia sangat membutuhkan Allah, maka sudah seharusnyalah manusia beribdah, berbakti, bertakwa hanya semata-mata kepada Allah”.
Dengan beribadah, berbakti, bertakwa hanya semata-mata kepada Allah, hidup akan menjadi berani. Keberanian adalah senjata utama untuk memenangkan pertarungan, dan keberanian itu timbul manakala manusia merasa dirinya lebih kuat dari orang lain; Soekarno Hatta walaupun hanya dua tubuh kecil yang tak punya kekuatan apa-apa untuk menghadapi penjajah, tapi berani memproklamirkan kemerdekaannya, karena merasa begitu kuat setelah diri mereka merasa dilindungi oleh segenap bangsa Indonesia yang ketika itu haus akan kemerdekaan. Sekuat-kuat pelindung adalah Allah, dan hanya dengan ketakwaan, manusia merasa hidup bersama (dalam perlindungan) Allah (Q.s. al-Baqarah: 194); dengan perlindungan Allah manusia berani menghadapi kerasnya hidup di dunia ini; dan dengan perlindungan Allah manusia berani menghadapi musuh-musuhnya; Jendral Soedirman walaupun dalam keadaan sakit, ditandu, tetapi Sang Jendral tetap tegar berani menghadapi penjajah Belanda di medan Gerilya. Dan berapa banyak para Mujahidin walaupun dengan jumlah pasukan yang sedikit dan peralatan perang yang minim, namun mereka tetap dengan gagah berani berjuang di jalan (sabiil) Allah mempertaruhkan harta dan nyawanya menghadapi musuh-musuh Allah.
Dengan beribadah, berbakti, bertakwa hanya semata-mata kepada Allah, hidup akan menjadi percaya diri. Percaya diri akan terbangun apabila manusia merasa tinggi, merasa berada diatas dari yang lainnya; orang yang punya kedudukan yang tinggi dan uang yang banyak akan merasa percaya diri dibandingkan dengan orang yang rendah kedudukannya dan miskin uangnya, orang yang punya ilmu tinggi akan merasa percaya diri dibandingkan dengan orang yang bodoh. Namun apalah artinya kalau yang dibanggakan itu adalah mainan; rumah mainan, uang mainan, mobil mainan, dan sebagainya. Allah pendesign, pencipta, dan pemilik alam semesta ini, Allah pula yang Maha tahu tentang alam semesta ini. Allah menyatakan: “Tidaklah kehidupan dunia ini melainkan hanyalah mainan, dan sesungguhnya akhirat adalah kehidupan yang sejati” (Q.s. Ankabut: 64). Jadi kesuksesan dan kekayaan hidup di dunia bukanlah kesuksesan dan kekayaan yang hakiki yang patut dibanggakan, dan kegagalan dan kemiskinan hidup di dunia bukanlah kegagalan dan kemiskinan yang hakiki yang harus ditangisi. Dan hanyalah kesuksesan dan kekayaan hidup di akhirat itulah kesuksesan dan kekayaan yang hakiki yang pantas dibanggakan, dan kegagalan dan kemiskinan hidup di akhirat itulah kegagalan dan kemiskinan yang hakiki yang harus ditangisi. Oleh sebab itu walaupun seseorang itu bertubuh cacat, bermuka rusak, berdompet kosong, kerjaan hanyalah sebagai buruh, pembantu, atau pemulung, janganlah pernah merasa hina, rendah diri dan sedih hidup di atas dunia ini (Q.s. Ali-Imran: 139). Sekalipun seseorang itu bertubuh cacat, bermuka rusak, berdompet kosong, kerjaan hanyalah sebagai buruh, pembantu, atau pemulung, tetapi jika beriman dan bertakwa kepada Allah, mereka adalah orang-orang yang tinggi, orang-orang yang mulia, orang-orang yang kaya di hadapan Allah.
Dengan beribadah, berbakti, bertakwa hanya semata-mata kepada Allah, hidup akan bermoral indah (akhlak karimah). Dengan pakaian tubuh akan terjaga, tubuh akan bersih. Dengan kontrol hidup akan terjaga, hidup akan bersih; Murid yang merasa dikontrol gurunya saat melakukan ujian, tidak akan berani mencontek. Pengguna jalan raya yang merasa dikontrol polisi saat berjalan di jalan raya, tidak akan berani ugal-ugalan. Maling yang merasa dikontrol satpam sekalipun merasa ada kesempatan untuk mencuri, tetap tidak akan berani melakukan pencurian. Dan sebaik-baik pakaian untuk menjaga hidup tetap bersih adalah pakaian takwa (Q.s. al-A’raf: 26). Dengan takwa manusia merasa hidup dalam kontrol Allah; Kata-kata akan terkontrol, tidak akan berkata sia-sia, tidak akan menghina, menfitnah, mengadu domba, apalagi memprovokasi. Tangan akan terkontrol, tidak akan mencuri, mengkorupsi hak-hak orang lain, tangan akan terkontrol, tidak akan melukai, menyiksa, melakukan teror apalagi membunuh secara tidak hak. Kemaluan akan terkontrol, tidak akan melakukan perzinahan, dan hubungan seksual sesama jenis. Dan segalanya akan terkontrol.
Dengan beribadah, berbakti, bertakwa hanya semata-mata kepada Allah, hidup akan menjadi tenang. Ibarat orang yang selalu sedia bekal payung, kapanpun dan dalam bentuk apapun badai hujan datang, maka hati akan tetap terasa tenang. Begitupula dengan hidup yang selalu dihadapkan dengan badai kematian. Dan hanya orang-orang yang mempunyai bekal takwa (Q.s. al-Baqarah: 197) yang hatinya selalu merasa tenang di saat-saat badai kematian datang kapanpun dan dalam bentuk apapun.
Mari kita tampil indah di hadapan Allah dengan hidup suci, hidup mulia, bertakwa kepada Allah; kembangkan potensi atau kecerdasan iman dengan membaca banyak ayat-ayat yang bercerita tentang Allah yang Maha hebat dan Maha Indah, jamu atau nutrisi iman dengan makanan iman yang berkualitas seperti zikir asma’, zikir kalimah atau membaca firman-firman Allah, melakukan lafadz-lafadz dan gerakan sholat dan do’a yang berkualitas, melaksanakan segala perintah Allah sekecil apapun perintah tersebut dan menjauhi segala larangan Allah sekecil apapun larangan tersebut, kemudian baca potensi diri, siapakah kita; agamawan, politikus, ekonom, budayawan, atau tentara, kemudian jemput nilai-nilai takwa sebanyak mungkin dengan melakukan kesalehan-kesalehan sosial sesuai bidang kita maing-masing.
Memang hidup suci, hidup mulia, bertakwa kepada Allah bukanlah perkara mudah, hingga banyak orang yang membuat pernyataan: “hari gini ingin hidup suci, ingin hidup mulia, bertakwa kepada Allah, bukan zamannya, susah hidupnya”. Ketahuilah: “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, Allah akan berikan jalan keluar dari setiap kesulitan hidup yang dihadapinya, dan memberinya rezeki dari tempat yang tidak diduga-duganya” (Q.s. ath-Thalaq: 2-3).